YoseFin

Yosua

Senin, 01 Agustus 2011

Hedi Nyaris Tusuk Papanya Sendiri

detail_img
Mencari kebahagian, itulah yang Hedi lakukan dengan mengkonsumsi narkoba, pergi ke diskotik dan melakukan seks bebas. Namun ketika pengaruh obatnya berlalu, dan ia kembali kerumahnya, ia harus kembali menghadapi kenyataan yang pahit.
“Suatu hari waktu saya pulang ke rumah, di dapur ternyata papa dan mama saya itu berantem. Akhirnya karena saya masih dalam pengaruh obat-obatan, saya ke dalam. Waktu papa saya mau pukul mama saya, saya ambil pisau, saya mau tikam papa saya. Beruntung saat itu tangan saya ditangkap sama mama saya. Pisaunya di ambil sama mama saya, akhirnya saya pukul dinding. Waktu saya pukul dinding, saya maki papa saya, lalu saya lari dari rumah itu,” demikian tutur Hedi.
Dalam hati Hedi sudah terucap, bahwa jika ada kesempatan ia pasti akan membunuh papanya itu. Masih jelas tergambar dalam ingatannya bagaimana papanya memukulinya tanpa ampun, saat ia masih kecil mencuri uang papanya. Namun ia mencuri bukan tanpa alasan, mamanya sakit, dan papanya tidak peduli.
“Saya di hajar habis-habisan dan saya hanya bisa menahan sakit.”
Tapi tidak hanya karena itu ia membenci papanya, “Waktu itu papa pulang dari kerja, siang hari. Mereka makan di dapur, di dapur saya melihat mereka berantem. Saya lihat papa lempar piring, pecah, lalu mama lari ke depan. Papa saya kejar, dan tangkap mama saya. Mama saya dipukul sampai mulutnya berdarah. Lalu mama yang sedang hamil, kandungannya ditendang. Waktu di tendang, mama saya langsung jatuh pingsan. Waktu itu saya kaget, saya ngga bisa terima kejadian itu. Sebagai anak saya hancur, saya ngga bisa bikin apa-apa. Saya ingin menolong mama saya, tapi saya masih kecil dan ngga bisa bikin apa-apa. Disitu saya tambah benci pada papa saya.”
Akibat kejadian itu, bayi yang dikandung mamanya meninggal, “Disitu saya punya komitmen bahwa saya harus sungguh-sungguh mencari nafkah untuk membantu mama saya dan adik-adik saya. Segala cara saya lakukan, untuk menyenangkan mama saya.”
Karena tekadnya itu, Hedi menghalalkan segala cara termasuk dengan menjadi pengedar narkoba. Karena bergaul dengan bandar narkoba ia bahkan terperangkap oleh kecanduan putaw.
“Hampir setiap malam kami ke diskotik, kami triping. Kebetulan teman kost saya bandar putaw. Jadi pulang dari diskotik, kami pakai. Keesokan harinya, saya merasa badan saya pegal-pegal, sakit-sakit ngga seperti biasanya. Kata temen saya, ‘Kamu mulai sakaw, mulai kecanduan sama putaw.’ Dia sodorin barangnya, akhirnya saya pakai lagi. Pas saya pakai, badan saya mulai enak lagi. Disitu saya semakin gila.”
Suatu kali, jarum suntik yang ia gunakan untuk mengkonsumsi narkoba hampir saja merenggut nyawanya, “Jarum suntik saya itu ada gelembung. Bibir saya sudah biru, badan saya menggigil dingin banget, dan saya merasa ada sesuatu yang mau keluar dari dalam diri saya. Waktu itu saya panik, ketakutan juga, spontan saya berseru, ‘Tuhan tolong saya!’ Waktu itu teman-teman sudah tinggalin saya. Waktu saya berseru itu, saya merasakan sesuatu terjadi pada saya. Saya merasakan tiba-tiba badan saya langsung pulih seperti biasa.”
Namun pengalaman menghadapi maut tersebut tidak mengubah Hedi. Hingga suatu titik, keputusasaan menguasai hidupnya.
“Sampai suatu titik kami habis-habisan. Saya juga capek hidup seperti itu, teman saya juga capek hidup seperti itu. Teman saya mau bunuh diri, dia ajak saya untuk bunuh diri. Waktu itu pikiran saya masih sadar, waktu dia ajak saya bunuh diri, saya tolak. Saya tolak karena saya takut mati. Akhirnya saya memutuskan untuk pisah dari dia.”
Tak ada lagi tempat yang dituju, Hedi akhirnya pulang ke rumah orangtuanya. Namun disana, ia disambut dengan dingin oleh keluarganya.
“Saya ngga punya uang, keluarga saya ngga peduli, akhirnya saya tahan sakaw. Saya sendiri ingin lepas dari narkoba, tapi saya ngga tahu bagaimana caranya.”
Hedi berjuang seorang diri menghadapi sakaw yang mendera dirinya. Mulai dari rasa sakit, panas dingin, hingga paranoid menyerang dirinya.
“Kurang lebih dua bulan saya tahan sakaw itu, hati saya menjerit, ‘Saya ingin sembuh.’ Dalam hati saya berseru sama Tuhan, mungkin Tuhan peduli sama hidup saya sekalipun hidup saya hancur, kacau, dan penuh dengan dosa. Disitu dalam hati saya berseru, ‘Tuhan, tolong saya! Saya mau sembuh, saya sudah capek hidup seperti ini.’”
Ditengah keputusasaannya Hedi memiliki dorongan untuk pergi beribadah. Disanalah Hedi merasakan sesuatu yang berbeda.
“Waktu itu puji-pujian di nyanyikan, saya ngga ngerti. Saya hanya datang saja, saya ikut saja. Waktu itu saya lagi sakaw, badan saya kena AC rasanya menggigil, tapi saya tahan. Waktu firman dibagikan, saya berdoa, ‘Tuhan, sembuhkan saya! Kalau Tuhan sembuhkan saya, saya akan berikan seluruh hidup saya buat Tuhan.’ Dan jujur, saya merasakan sesuatu dalam tubuh saya, ada sesuatu yang hangat mengalir dalam hidup saya. Waktu itu saya seperti mendapat kekuatan, seperti ada seseorang yang memeluk saya. Saya merasakan kedamaian yang begitu indah yang belum pernah saya alami. Saya merasakan suatu sukacita yang sangat melimpah. Sukacita itu yang memberi saya kekuatan dan dorongan, ‘Saya mau berubah. Saya mau bertobat. Saya mau mencari Tuhan lebih sungguh-sungguh.’”
Sejak saat itu Hedi mulai berubah, dan berkat bimbingan seorang teman ibunya ia mengerti bahwa Yesus adalah Tuhan dan keselamatan itu ada di dalam Yesus. Dan setiap manusia yang berdosa membutuhkan Yesus untuk diselamatkan.
“Saya buka hati saya, saya mengundang Yesus masuk dalam hidup saya. Disitu saya merasakan kedamaian.”
Tidak berhenti disana, Tuhan pun mengingatkannya tentang masa lalunya dengan ayah dan ibunya yang belum ia bereskan. “Saya bilang sama mereka, ‘Pah, mah, maafkan saya. Selama ini saya kurang ajar sama papa mama.’ Waktu saya bicara seperti itu mama saya menangis, papa saya hanya diam. Saya merasakan waktu saya minta maaf sama papa saya, tembok itu runtuh. Jadi tidak ada batasan antara saya dan papa saya.”
Kini hubungan Hedi dan keluarganya telah dipulihkan, dan ia menemukan apa yang ia cari selama ini. “Saya merasakan ada suatu kebahagiaan, keharmonisan di dalam keluarga saya semenjak keluarga saya mengenal Tuhan Yesus.” (Kisah ini ditayangkan pada acara Solusi Life di O Chanel tanggal 30 Maret 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar